Kamis, 12 Desember 2013

Konsep Backward Bending Supply di Sektor Tenaga Kerja

EKA MIRATUL KHASANAH
22212411
SMAK06-3



Secara umum teori ekonomi ketenagakerjaan sama dengan teori ekonomi lainnya. Mempelajari bagaimana individu dapat memenuhi kebutuhannya dengan sumber-sumber yang langka dan memaksimalkan kepuasannya dengan banyak kendala untuk mencapai kepuasan tersebut. Perspektif ekonomi ketenagakerjaan mempergunakan teori pilihan untuk menganalisa bagaimana konsekuensinya secara ekonomi dari aktifitasnya dipasar kerja.
Ekonomi ketenagakerjaan mempelajari keputusan-keputusan dan akibatnya dari proses kerja organisasi, fungsional, dan individu yang berpartisipasi di pasar kerja. Di samping itu juga, mempelajari kebijakan-kebijakan masyarakat yang berhubungan dengan pekerjaan dan upah. Mempelajari bagaimana motivasi mereka tehadap rangsangan yang ada (dikarenakan sumber-sumber yang relatif langkah untuk pilihan-pilihan individu). Pada akhirnya, membandingkan biaya yang dikeluarkan dan manfaat atau keuntungan yang akan didapat (Elliot, 1990).
Dalam lingkup mikro, penawawan tenaga kerja dicerminkan oleh jumlah waktu, yaitu waktu yang disepakati akan diisi dengan aktivitas yang biasanya dirinci dalam suatu kesepakatan kerja (Sudarsono, 1998). Secara lebih sederhana Layard dan Walters (1978) menyebutkan waktu kerja sebagai jumlah barang yang dapat dibeli dengan uang yang diperoleh dari kerja. Dengan demikian, waktu yang tersedia akan terdiri dari waktu kerja (jumlah barang) dan waktu luang. Jumlah waktu kerja dalam sehari adalah 16 jam dikurangi dengan waktu luang. Keputusan individu untuk menambah atau mengurangi waktu luang dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu tingkat upah, pendapatan tidak didapat dari aktivitas bekerja, dan faktor lainnya seperti selera atau karakteristik (Ehrenberg dan Smith, 2000).
Nilai waktu kerja yang lebih tinggi sebagai akibat meningkatnya tingkat upah mendorong individu mensubstitusikan waktu senggangnya untuk lebih banyak bekerja. Penambahan waktu bekerja sebagai akibat kenaikan tingkat upah disebut dengan efek substitusi (substitution effect), dengan anggapan pendapatan dan faktor lain konstan, besarnya efek substitusi ini adalah positif.
            Besarnya pengaruh perubahan tingkat upah terhadap perubahan waktu luang (dan waktu kerja) sangat tergantung  pada besarnya efek pendapatan dan efek substitusi. Peningkatan tingkat upah akan mengakibatkan peningkatan jam kerja, apabila  efek substitusi lebih dominan dibandingkan dengan efek pendapatan. Sebaliknya, apabila efek pendapatan lebih dominan dibandingkan dengan efek substitusi, maka individu akan berupaya untuk mengurangi waktu kerja dan menikmati lebih banyak waktu luang. Dengan demikian apabila efek pendapatan lebih besar dibandingkan efek substitusi maka akan terjadi backward bending labor supply curve.
Selain upah, pendapatan juga berpengaruh negatif terhadap jumlah jam kerja; artinya apabila pendapatan total meningkat akan diikuti dengan penurunan dalam jumlah jam kerja. Di negara-negara maju dengan pendapatan per kapita penduduk yang relatif sudah tinggi, efek pendapatan dari peningkatan upah umumnya lebih dominan dibandingkan  dengan efek substitusi, sehingga besarnya efek total (total effect) dari peningkatan tingkat upah yang merupakan  selisih antara efek pendapatan dan efek substitusi di negara-negara maju akan lebih kecil dari nol.
            Pada tingkat pendapatan yang relatif tinggi individu akan merasa bahwa kebutuhan hidupnya akan barang dan jasa sudah tercukupi, sehingga mereka mengurangi waktu kerja dan menambah waktu luang untuk mempertinggi kesejahteraannya. Sebaliknya, di negara-negara berkembang dimana pendapatan masyarakat masih tergolong rendah, efek substitusi akan lebih dominan dibandingkan dengan efek pendapatan. Dengan demikian peningkatan tingkat upah akan berpengaruh positif terhadap waktu kerja dan negatif terhadap waktu luang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar